Selasa, 13 September 2011

HIKMAH PUASA DI BULAN SYAWAL

“Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan
lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari
di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia
berpuasa selama satu tahun.” (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa’i, meriwayatkan dari
Tsauban, Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam
bersabda:
“Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding
dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa
enam hari (di bulan Syawal, pahalanya)
sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah
bagaikan berpuasa selama setahun
penuh.” ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan
Ibnu Hibban dalam “Shahih” mereka)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan lantas
disambung dengan enam hari di bulan Syawal,
maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun.
” (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: “Salah satu
sanad yang beliau miliki adalah shahih.”)
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan
puasa enam hari di bulan Syawal menyamai
pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap
hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya,
sebagaimana telah disinggung dalam hadits
Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki
banyak manfaat, di antaranya :
1. Puasa enam hari di bulan Syawal setelah
Ramadhan, merupakan pelengkap dan
penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya’ban bagaikan shalat
sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna
dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti
perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan
(dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah.
Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam di berbagai riwayat.
Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum
muslimin memiliki kekurangan dan ketidak
sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu
yang menutupi dan menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan
menandakan diterimanya puasa Ramadhan,
karena apabila Allah Ta’ala menerima amal
seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam
meningkatkan perbuatan baik setelahnya.
Sebagian orang bijak mengatakan: “Pahala amal
kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya.”
Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan
kebaikan kemudian melanjutkannya dengan
kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas
terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang
melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan
yang buruk maka hal itu merupakan tanda
tertolaknya amal yang pertama.
4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di
muka- dapat mendatangkan maghfirah atas
dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa
Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada
hari Raya ‘ldul Fitri yang merupakan hari
pembagian hadiah, maka membiasakan puasa
setelah ‘Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur
atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang
lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa
syukur seorang hamba atas pertolongan dan
ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya
adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan.
Tetapi jika ia malah menggantinya dengan
perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok
orang yang membalas kenikmatan dengan
kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan
puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi,
maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan
orang yang membangun sebuah bangunan
megah lantas menghancurkannya kembali. Allah
Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan
yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali
“(An-Nahl: 92)
5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan
Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan
seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada
Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus
dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia
masih hidup.
K